Jumat, 08 Februari 2019

Lembar pengajuan judul Skripsi Kualitatif






1.



MENEMUKAN MASALAH



          Pendidikan merupakan bimbingan dan pelatihan yang dilakukan oleh pendidik dan peserta secara sadar dan terencana. Pendidikan juga di artikan sebagai transfer ilmu dari pendidik dan pieserta didik melalui kegiatan pembelajaran, pelatihan dan pengajaran baik secara formal maupun non- formal. Sampainya kepada tujuan pendidikan. Tak bisa di pungkiri bahwa, pada zaman ini, pendidikan menjadi sorotan dunia. Pasalnya pendidikan adalah wahana mengembangkan segala potensi yang dimiliki manusia baik anak-anak, dewasa, dan lansia untuk menjadikan pijakan dalam masa yang akan dating.
         Berbica mengenai pendidikan tentunya tidak terlepas dari unsure-unsur dalam pendidikan yang kesemua unsure tersebut saling berkaitan satu sama lain. Seperti yang diketahui bahwa unsure dalam pendidikan adalah, peserta didik, orang yang membimbing (pendidik), interaksi antara pendidik dan peserta didik dan lain-lain.
        Pengajaran dalam pendidikan memerluka pendekatan yang khusus terhadap peserta didik yang dilakukan pada saat proses pengajaran berlangsung. agar kegiatan pengajaran berjalan dengan kondusif sehingga rumuskan. Berkaitan dengan pendekatan seorang pendidik kepada peserta didik dalam proses pengajaran. Seorang pendidik tentunya harus bisa memilih pendekatan yang sesuai dengan berbagai perbedaan yang dating dari peserta didik. Antara pada kanakkanak, remaja dan dewasa.
        Pendidikan orang dewasa adalah suatu proses interaksi dalam pembelajaran yang didasarkan kepada kemauan dan kebutuhan orang dewasa itu sendiri yang bertujuan untuk menjadikan orang dewasa menjadi pribadi yang mandiri. Dalam membelajarkan orang dewasa sangatlah berbeda dengan membelajarkan anakanak. Orang dewasa adalah seseorang yang kaya akan pengalaman. Yang akan mau belajar jika dia merasa butuh akan sesuatu itu yang menjadikan dirinya untuk mampu mengarahkan dirinya sendiri dan mampu memenuhi kebutuhannya, dikarenakan orang dewasa juga memiliki suatu asumsi-asumsi dan prinsip-prinsip dalam belajar orang dewasa.
         Dengan belajar orang dewasa akan mendapatkan pengalaman yang lebih banyak lagi, sehingga belajar bagi orang dewasa lebih fokus pada peningkatan pengalaman hidup tidak hanya pada pencarian ijazah saja. Pengalaman merupakan sumber terkaya daiam pembelajaran sehingga orang dewasa semakin kaya akan pengalaman dan termotifasi untuk melakukan upaya peningkatan hidup. Sifat belajar orang dewasa bersifat subjektif dan unik, hal itulah yang membuat orang dewasa untuk semakin berupaya semaksimal mungkin dalam belajar, sehingga apa yang menjadi harapan dapat tercapai.
        Orientasi belajar berpusat pada kehidupan, dengan demikian orang dewasa belajar tidak hanya untuk mendapatkan nilai yang bangus akan tetapi orang dewasa belajar untuk meningkatkan kehidupannya. Dari keterangan di atas, peneliti melakukan observasi terhadap salah satu lembaga pendidikan Al Qur'an yaitu, Rumah Syaamil Qur’an Ponorogo. Di tempat peneletian ini, peneliti melihat jalannya proses pengajaran membaca Al Qur'an. Peserta didik yang mengikutinya sudah berusia dewasa (ibu-ibu).
          Dari proses pengajaran, peneliti mendapati beberapa hal yang berkaitan dengan pendekatan yang di gunakan oleh pendidik. Di lembaga tersebut terlihat jelas, pendidik mengunakan pendekatan pedagogi padahal seharusnya untuk menerapkan pendekatan yang cocok untuk kalangan orang dewasa yaitu andragogi. Melihat bahwa orang dewasa memiliki cara tersendiri dalam proses pengajaran maka pendidik sendiri harus memahami dan mengerti apa dan bagaimana caranya menerapkan pendekatan andragogi di lembaganya, agar proses pengajaran berjalan selaras dengan tujuan pengajarannya.
         Peneliti juga melihat, pendidik di lembaga tersebut kesulitan dalam menerapkan pendekatannya. Hal ini di buktikannya dengan proses pengajaran yang menjadikan peserta didik menjadi objek pengajaran saja. Sehingga proses pengajaran kurang maksimal. Selain hal demikian, peneliti melihat bahwa antara pendidik dan peserta didik di lembaga tersebut memiliki usia yang tak jauh berbeda bahkan ada yang melebihi umur si-pendidik tersebut sehingga berdampak kepada proses pengajaran di Rumah Syaamil Qur’an Ponorogo.


2.
MELAKUKAN IDENTIFIKASI MASALAH
         Dari penemuan- penemuan masalah yang telah dijelaskan di atas. Nampak terlihat bahwa terdapat masalah-masalah yang kiranya membuat peneliti ingin meneliti lebih mendalam yang berkaitan dengan pengaplikasian pendekatan andragogi yang di gunakan oleh guru AL-Qur’an di Rumah Syaamil Qur’an Ponorogo dapat peneliti identifikasi dari penemuan- penemuan masalah di Rumah Syaamil Qur’an Ponorogo yaitu :
1.      Sulitnya pengajar dalam mengimplementasikan pendekatan andragogi dalam pembelajaran membaca Al-Qur'an.
2.      Proses pembelajaran yang ada masih menggunakan pendekatan paedagogi.
3.      Orang dewasa yang mempunyai karakteristik yang unik dan berbeda-beda dalam menyikapi pembelajaran.
4.      Kesejajaran umur antara pendidik dan peserta didik membuat pembelajaran membaca Al Qur'an kurang bisa kondusif.

3.
MENENTUKAN FOKUS PENELITIAN
Karena keterbatasan waktu dan juga refrensi, peneliti hanya memfokuskan penelitian terhadap halhal Berdasarkan identifikasi masalah di atas. Yaitu sebagai berikut:
1.      Implementasi Pendekatan andragogi di Rumah Syaamil Qur’an Ponorogo.
2.      Faktor-faktor pendukung dan penghambat Implementasi Pendekatan andragogi di Rumah Syaamil Qur’an Ponorogo

4.
MELAKUKAN DIALOG TEORITIK”MENGAPA FENOMENA TERSEBUT DIKATAKAN MASALAH DAN LAYAK UNTUK DI TELITI”
Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, ketrampilan maupun nilai dan sikap (DEPAG RI, 2004: 21). Syaifudin Nurdin (2002: 70-72) mengutip beberapa ahli seperti, majone, yang mengemukakan implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan, dan mclaughlin berpendapat implementasi merupakan syistem rekayasa. ( Popi Supiatin, Menejemen Belajar Berbasis Kepuasan Siswa, (Cilegon: Ghalia Indonesia, 2010) 171).
          Istilah andragogi berasal dari bahasa Yunani "andra dan agogos”. Andra berarti “orang dewasa” dan agogos artinya “memimpin atau membimbing”, sehingga andragogi diartikan ilmu tentang cara membimbing orang dewasa dalam proses belajar. Malcolm Knowles tahun 1970 mempublikasikan karyanya yang berjudul "The Adult Learner, A Neglected Species" mengungkapkan teori belajar yang tepat bagi orang dewasa. Andragogi berasal dari bahasa Yunani aner/andr artinya orang dewasa, dan agogus artinya memimpin/ membimbing. Secara harfian andragogi diartikan sebagai seni dan pengetahuan mengajar orang dewasa. Namun, karena orang dewasa sebagai individu yang dapat mengarahkan diri sendiri, maka dalam andragogi yang lebih penting adalah kegiatan belajar dari siswa bukan kegiatan mengajar guru, sehingga andragogi diartikan sebagai seni dan pengetahuan membelajarkan orang dewasa. Andragogi merupakan suatu proses pembelajaran peserta didik yang terdiri atas orang dewasa. Andragogi disebut juga sebagai teknologi pelibatan orang dewasa dalam pembelajaran. (Mustofa Kamil, “Teori Andragogi,” dalam Ibrahim, R. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan (Bandung: Imperial Bhakti Utama, 2007), vol. 1, h. 288).
              Peserta didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseoramg atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Anak didik adalah unsure manusiawi yang penting dalam kegiatan interaktif edukativ. Ia di jadikan sebagai pokok persoalan dalam semua gerak kegiatan pendidikan dan pengajaran. (Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009), 90.
          Masa dewasa, untuk merumuskan kapan usia dewasa berlangsung, berbeda-beda dalam berbagai budaya, misalnya di Indonesia, seorang individu dikatakan berusia dewasa jika sudah menikah meskipun secara kronologis maupun mental belum dewasa. Namun demikian, pandangan Hurlock dan laura e. Berk menetapkan bahwa setatus kedewasaan dimulai sekitar usia 18 sampai dengan 40 tahun dikatakan masa dewasa awal, usia pertengahan atau dewasa madya sekitar usia 40 tahun sampai dengan 60 tahun, masa dewasa lanjut
lai pada usia 60 tahun sampai dengan kematian. (Elfi Yuliani Rochmah. Psikologi Perkembagan. (Ponorogo: STAIN Po Prees, 2014) 209.)
         Orang dewasa diasumsikan memiliki kebutuhan terhadap pengetahuan (the need to know). Kecenderungan orang dewasa sebelum mempelajari sesuatu, mereka memandang perlu untuk mengetahui mengapa mereka harus mempelajarinya. Kebutuhan orang dewasa terhadap pengetahuan menunjukkan pentingnya aktivitas belajar sepanjang hayat (life long education). Dengan alasan kebutuhan, orang dewasa akan mendorong dirinya untuk belajar (learning to learn) sehingga dapat merespon dan menguasai secara cerdas berbagai pengetahuan yang berkembang seiring dengan pesatnya perkembangan zaman. Selain itu, orang dewasa diasumsikan pula memiliki motivasi. Dengan kata lain, 'dewasa berarti orang yang memiliki motivasi instrinsik yang dapat bertahan dalam menyelesaikan tugas-tugas belajar tanpa ada tekanan eksternal, baik dalam bentuk sanksi atau hukuman (punishment) maupun hadiah (reward). Orang dewasa memiliki kebebasan untuk meneruskan aktivitas belajar atau menundanya, demikian pula menghentikan aktivitas lain demi kelangsungan kegiatan belajarnya. Berkenaan dengan hal ini, Nur A. Fadhil Lubis mengatakan bahwa kondisi pembelajaran andragogis harus diwujudkan sedemikian rupa untuk memotivasi peserta didik dewasa merasakan kebutuhan belajar. Dalam menggunakan pembelajaran berbasis andragogi perlu memperhatikan prinsip-prinsip dan strategi pembelajaran orang dewasa. Prinsipprinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Orang dewasa memiliki konsep diri. Orang dewasa memiliki persepsi bahwa dirinya mampu membuat suatu keputusan, dapat menghadapi resiko sebagai akibat keputusan yang diambil, dan dapat mengatur kehidupannya secara mandiri. Harga diri amat penting bagi orang dewasa, dan ia memerlukan pengakuan orang lain terhadap harga dirinya. Perilaku yang terkesan menggurui, cenderung akan ditanggapi secara negatif oleh orang dewasa. Implikasi praktis dalam pembelajaran, apabila orang dewasa dihargai dan difasilitasi oleh pendidik, maka mereka akan melibatkan diri secara optimal dalam pembelajaran. Kegiatan belajarnya akan berkembang ke arah belajar antisipatif (berorientasi ke masa depan) dan belajar secara partisipatif (bersama orang lain) dengan berpikir dan berbuat di dalam dan terhadap dunia kehidupannya.
2.      Orang dewasa memiliki akumulasi pengalaman, Setiap orang dewasa mempunyai pengalaman situasi, interaksi, dan diri yang berbeda antara seorang dengan yang lainnya sesuai dengan perbedaan latar belakang kehidupan dan lingkungannya. Pengalaman situasi merupakan sederet suasana yang dialami orang dewasa pada masa lalu yang dapat digunakan untuk merespons situasi saat ini. Pengalaman interaksi menyebabkan pertambahan kemahiran orang dewasa dalam memadukan kesadaran untuk melihat dirinya dari segi pandangan orang lain. Pengalaman diri adalah kecakapan orang dewasa pada masa kini dengan berbagai situasi masa lalu. Implikasi praktis dalam pembelajaran, orang dewasa akan mampu berurun rembug berdasarkan pengalaman yang telah dimilikinya. Pengalaman biasa dapat dijadikan sumber yang kaya untuk dimanfaatkan dalam pembelajaran. Orang dewasa mempelajari sesuatu yang baru cenderung dimaknai dengan menggunakan pengalaman lama. Sejalan dengan itu, peserta didik orang dewasa perlu dilibatkan sebagai sumber pembelajaran. Pengenalan dan penerapan konsep-konsep baru akan lebih mudah apabila berangkat dari pengalaman yang dimiliki orang dewasa.
3.      Orang dewasa memiliki kesiapan belajar, Kesiapan belajar orang dewasa akan seirama dengan peran yang ia tampilkan baik dalam masyarakat maupun dalam tugas/pekerjaan. Implikasinya urutan program pembelajaran perlu disusun berdasarkan urutan tugas yang diperankan orang dewasa, bukan berdasarkan urutan logis mata pelajaran. Penyesuaian materi dan kegiatan belajar perlu direlevansikan dengan kebutuhan belajar dan tugas/pekerjaan peserta didik orang dewasa.
4.       Orang dewasa menginginkan dapat segera memanfaatkan hasil belajarnya, Orang dewasa berpartisipasi dalam pembelajaran, karena ia sedang merespons materi dan proses pembelajaran yang berhubungan dengan peran dalam kehidupannya. Kegiatan belajarnya senantiasa berorientasi pada realitas (kenyataan). Oleh karena itu, pembelajaran perlu mengarah pada peningkatan kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya dalam kebutuhannya. Implikasi praktisnya, pembelajaran perlu berorientasi pada pemecahan masalah yang relevan dengan peranan orang dewasa dalam kehidupannya. Pengalaman belajar hendaklah dirancang berdasarkan kebutuhan dan masalah yang dihadapi orang dewasa, seperti kebutuhan dan masalah dalam pekerjaan, peranan sosial budaya, dan ekonomi. Belajar yang berorientasi penguasaan keterampilan (skills) menjadi motivasi kuat dalam pembelajaran orang dewasa.
5.      Orang dewasa memiliki kemampuan belajar, Kemampuan dasar untuk belajar tetap dimiliki setiap orang sepanjang hayatnya, khususnya orang dewasa. Penurunan kemampuan belajar pada usia tua bukan terletak pada intensitas dan kapasitas intelektualnya, melainkan pada kecepatan belajarnya. Implikasi praktisnya, pendidik perlu mendorong orang dewasa sebagai peserta didik untuk belajar sesuai dengan kebutuhan belajarnya dan cara belajar yang diinginkan, dipilih, dan ditetapkan oleh orang dewasa.
6.      Orang dewasa dapat belajar efektif apabila melibatkan aktivitas mental dan fisik, Orang dewasa dapat menentukan apa yang akan dipelajari, dimana, dan bagaimana cara mempelajarinya, serta kapan melakukan kegiatan belajar. Orang dewasa belajar dengan melibatkan pikiran dan perbuatan. Implikasi praktisnya, orang dewasa akan belajar secara efektif dengan melibatkan fungsi otak kiri dan otak kanan, menggunakan kemampuan intelek dan emosi, serta dengan memanfaatkan berbagai media, metode, teknik dan pengalaman belajar. (Djudju Sudjana, “Andragogi Praktis,” dalam R. Ibrahim, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan (Bandung: Imperial Bhakti Utama, 2007), vol. 2, h. 2-6).
        Perlunya penerapan prinsip andragogi dalam pendekatan pembelajaran orang dewasa dikarenakan upaya membelajarkan orang dewasa berbeda dengan upaya membelajarkan anak. Membelajarkan anak (pedagogi) lebih banyak merupakan upaya mentransmisikan sejumlah pengalaman dan keterampilan dalam rangka mempersiapkan anak untuk menghadapi kehidupan di masa datang. Apa yang ditransriisikan didasarkan pada pertimbangan warga belajar sendiri, apakah hal tersebut akan bermanfaat bagi warga belajar di masa datang. Sebaliknya, pembelajaran orang dewasa (andragogi) lebih menekankan pada membimbing dan membantu orang dewasa untuk menemukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam rangka memecahkan, masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya. Ketepatan pendekatan yang digunakan dalam penyelenggaraan suatu kegiatan pembelajaran tentu akan mempengaruhi hasil belajar warga belajar. (Budiningsih, 2005). Tujuan pendidikan orang dewasa sangat bervariasi, tergantung pada visi dan misi lembaga yang menyelenggarakannya. Sebagai gambaran tujuan umum penulis akan menguti tujuan pendidikan nasional Indonesia yang dirumuskan oleh MPR, yaitu meningkatkan ketakwaan terhadap tuhan yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.( Suprijanto, Pendidikan Orang Dewasa, (Jakarta : PT.Bumi Aksara ),28.)
         Sejatinya pendidikan orang dewasa dapat mengakomodir segala aspek yang dibutuhkan orang dewasa yang terkait dalam aktivitas pembelajaran. Proses pembelajaran dapat terjadi dengan baik apabila metode dan teknik pembelajaran melibatkan peserta didik. Keterlibatan diri (ego peserta didik) adalah kunci keberhasilan dalam pembelajaran orang dewasa. Karena itu, idealnya dalam pendidikan orang dewasa dapat dilaksanakan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:
1.      Menciptakan iklim belajar yang cocok untuk orang dewasa.
2.      Menciptakan struktur organisasi untuk perencanaan yang bersifat partisipatif.
3.       Mendiagnosis kebutuhan belajar.
4.      Merumuskan tujuan belajar.
5.      Mengembangkan rancangan kegiatan belajar.
6.       Ikut serta memikul tanggung jawab dalam perencanaan dan penyusunan pengalaman belajar, dan.
7.      Berpartisipasi dalam mengevaluasi proses dan hasil kegiatan belajar. Dengan demikian setiap pendidik harus melibatkan peserta didik seoptimal mungkin dalam kegiatan pembelajaran. 8. Mendiagnosis kembali kebutuhan belajar (evaluasi). (Zainuddin Arif, Andragogi (Bandung: Angkasa, 2012), 12.)
         Kemampuan adalah kesanggupan untuk mengingat, artinya dengan adanya kemampuan untuk mengingat pada siswa berarti ada suatu indikasi bahwa siswa tersebut mampu untuk menyimpan dan menimbulkan kembali dari sesuatu yang diamatinya. (Ahmadi, H. Abu. 1998. Psikologi Umum. (Jakarta: PT Rineka Cipta), 70).
         Kemampuan memiliki unsur yaitu skill (keterampilan). keterampilan merupakan salah satu unsur kemampuan yang dapat dipelajari pada unsur penerapannya. Suatu keterampilan merupakan keahlian yang bermanfaat untuk jangka panjang. ( Muhammad Nurdin, Kiat Menjadi Guru Profesional, (Jogjakarta, Prisma Sophie Cet. I, 2004), 144.)

5.
KEGELISAHAN PENELITI.
          Pengaplikasian pendekatan andagogi yang tidak mudah dilakukan oleh seorang pendidik membuat peneliti ingin mengetahui lebih mendalam mengenai pendekatan andragogi yaitu sebagai berikut:
1.      Peneliti ingin tau pengaplikasian pendekatan andagogi di Rumah Syaamil Qur’an Ponorogo.
2.      Pengaplikasian pendekatan andragogi yang tidak mudah, peneliti ingin meneliti lebih mendalam terkait faktor-faktor pendorong dan penghambat pendekatan andragogi di Rumah Syaamil Qur’an Ponorogo
6.
MELAKUKAN PENJAJAKAN AWAL DILOKASI PENELITIAN.
          Setelah peneliti merasa gelisah dan ingin mengetahui tentang bagaiinana implementasi pendekatan andragogi dalam pelatihan membaca Al Qur'an untuk orang dewasa di Rumah Syaamil Qur’an Ponorogo, maka peneliti melakukan observasi awal , yaitu sebagai berikut.:
1.      Peneliti menemukan peserta didik di Rumah Syaamil Qur’an Ponorogo datang terlambat.
2.       Peneliti menjuinpai ada sebagian peserta didik yang kurang konsentrasi terhadap pengajaran.
3.       Peneliti menjumpai metode dan pendekatan yang kurang tepat terhadap ibu-ibu yang di gunakan oleh pendidik di Rumah Syaamil Qur’an Ponorogo, yaitu pendidik menggunakan pendekatan pedagogi.
4.      Pendidik terlihat berkuasa atas jalan nya proses pengajaran di Rumah Syaamil Qur’an Ponorogo.
5.      Proses pengajaran kurang kondusif dan terlihat hubungan antara pendidik dan peserta didik kurang harmonis


Tidak ada komentar: