Resum
Buku Filsafat Pendidikan Islam
Pengarang buku : Abdul Aziz
Judul Buku : Filsafat Pendidikan Islam
Kota Penerbit : Yogyakarta
Penerbit : Teras
Jumlah Bab : 6 Bab
Tahun Terbit : 2009
Di susun oleh:
Achmad Qolik Khoirudin (210314256)
Fakultas Tarbiyah
Program Studi Pendidikan Agama Islam
Institut Agama Islam Negeri ( IAIN ) Ponorogo
2016- 2017
BAB I
Pengertian Ruang Lingkup, Obyek, Metode dan Peranan Filsafat
Pendidikan Islam.
A.
Pengertian filsafat pendidikan Islam.
Filsafat pendidikan terdiri dari dua
kata, yaitu “filsafat dan pendidikan islam”.
Filsafat
sendiri berasal dari Bahasa Yunani kuno “ cinta akan hikmah” menurut
nasution filsafat adalah berfikir menurut tata tertib ( logika) dengan bebas (
tidak terikat pada tradisi, dogma dan agama) dan dengan sedalam dalamnnya
sehingga sampai kedasar dasar persoalan.
Pengertian dari pendidikan islam sendiri
belum memiliki rumusan yang disepakati oleh para ahli pendidikan, namun pada
tahun 1977 diadakan konfrensi internasional pendidikan islam pertama di University
Jeddah, dan belum juga merumuskan devinisi yang jelas mengenai pendidikan islam
itu sendiri. Hanya saja membuat kesimpulan bahwa pengertian dari definisi
pendidikan islam adalah keseluruhan pengertian dari “tarbiyyah, ta’lim, dan
takdib”.
Dari pengertian diatas bahwa, secara
khusus filsafat pendidikan islam adalah suatu analisis atau pemikiran rasional
yang dilakukan secara kritis, radikal, sistematis, dan metodologis untuk
memperoleh pengetahuan mengenai hakikat pendidikan Islam.[1]
B.
Ruang lingkup filsafat pendidikan Islam.
Adapun ruang lingkupnya menyangkut
dalam bidng-bidang sebagai berikut:
1.
Kosmologi.
Yaitu suatu
pemikiran dalam permasalahan yang beerhubungan dengan alam semesta, ruang dan
waktu, kenyataan hidup manusia sebagai ciptaan tuhan.
2.
Ontology.
Pemikiran
terhadap asal usul kejadian alam semesta, dari mana dan kemana proses kejadiannya.
3.
Philosopy
of mind.
Pemikiran
tentang jiwa. Dan bagaimana hubungannya dengan jasmani.
4.
Epistiemologi.
Pemikiran
tentang apa dan bagaimana pengetahuan manusia diperoleh.
5.
Aksiologi
Pemikiran
tentang nilai-nilai dari tuhan.
C.
Obyek filsafat pendidikan islam.
1.
Obyek
matrial.
a.
Hakikat
tuhan
b.
Hakikat
alam
c.
Hakikat
manusia
2.
Obyek
formal.
Usaha mencari
keterangan secara radikal tentang obyek matrial filsafat.
D.
Metode Filsafat Pendidikan Islam
1.
Spekulatif
dan kontemplatif
2.
Pendekatan
normative
3.
Pendekatan
analisa konsep
4.
Pendekatan
historis
5.
Pendekatan
ilmiah
6.
Pendekatan
koperhensif dan terdan pada.
E.
Peran filsafat pendidikan Islam
Menghasilkan teori-teori baru dalam dunia pendidikan Islam dan
bagaimana filsafat pendidikan Islam juga bisa mengembangkan serta memberikan
paradigm baru tentang pelaksanaan pendidikan Islam.
BAB II
Hakikat Manusia Dalam Pendidikan
Islam
( Kajian Ontology)
A.
Hkikat fitrah Manusia.
1.
Manusia
memiliki hakikat sebagai mahluk dwi tungga. Yaitu terdiri dari dua unsur, unsur
rohani dan jasmani, (unsur halus dan unsur kasar, unsur jiwa dan unsur raga).
2.
Manusia
sebagai mahluk individu dan sebagai mahluk sosial.
3.
Manusia
mahluk bertuhan.
Dihubungan dengan perinsif pendidikan Islam maka pandangan Islam terhadap
manusia dapat dilihat dari empat aspek, yaitu:
1.
Manusia
sebagai mahluk mulia
2.
Manusia
sebagai mahluk kholifah Allah SWT, dimuka bumi.
3.
Manusia
sebagai mahluk yang bertanggung jawab.
B.
Potensi ruhani Manusia.
1.
Hakikat
ruh
Ruh adalah nyawa atau sumber hidup. aliran “upnisand samkhanya”
memandang dua unsur asal manusia, ruh dan zat. Selama ruh ditawan oleh zat maka
selama itulah masih ada kelahiran dan sebaliknnya. Aliran filsafat ari totels
memandang bahwa ruh dan zat itu hakikat.
Dalam Al Qur’an sering disebut mengenai
ruh. Namun mempunyai makna yang berbeda- beda seperti, ruh beda dengan
nafas, adakalannya pemberian hiup dari Allah.
2.
Hakikat
qolbi (hati)
Qolbu berperan
sebagai sentral kebaikan dan kejahatan. Nama lain dari qolbu yaitu
dhomir karena sifatnya tersembunyi, fu’ad karena sebagai tumpuan
tanggung jawab manusia. Luthuf karena sebagai sumber berperan halus. Dan
qolbu sendiri sebagai pusat penalaran, pemikiran dan berkehendak,(Q.S.
22:46)
3.
Hakikat
aqol (akal).
Akal bukan rasio
dan rasio bukanlah akal, namun akal merupakan jalinan dari rasa dan rasio, yang
mampu menagkap segala sesuatu yang ditangkap oleh indra.
4.
Hakikat
nafsu.
Manusia memiliki tiga kehendak seperti yang di kemukakan Sigmund Frued,
yaitu: id, super ego dan ego. Dalam islam,an- nafsu,
pengertiannya sulit ditentukan, pembagiannya bannyak dan memili ciri- ciri, dan
juga kecenderungan- kecendrungan berbeda- beda. Misal Imam Al Ghozali membeeri
arti nafsu adalah:
a.
Dorongan
dua kekuatan, dorongan menjauh dan mendekat.
b.
Nafsu
yang mempunnyai sifat halus yang mencerminkan kebaikan manusia.
C.
Manusia sebagai Kholifatullah
Manusia dimuka bumi adalah sebagai wakil Allah Swt.”Q.S. 2: 30,38:
26), sebagai penerus dan pengganti, mengatur, menerima amanah, memimpin diri sendiri,
keluarga, masyarakat dan semua itu sebagai “Kholifah Allah” kaitanya
dengan pendidikan Islam adalah, pertama, memberi kontribusi antar person
dan antar umat untuk hidup saling mengisi dan melengkapi kekurangan- kekurangan
masing- masing. Kedua, menjadikan alam sebagai sumber pengetahuan. Ketiga,
melatih manusia menjadi menejer dan memimpin yang berkopetensi tinggi dengan
kemampuan yang professional dalam mengelola alam dan memanfaatkannya. Keempat,
melatih sikap dan jiwa manusia, kelima, membentuk manusia seutuhnya.
D.
Manusia sebagai Warosatul anbiya’
Kehadiran nabi Muhammad pada hakikatnya adalah sebagai “romatan
lil ‘alamin” yakni suatu misi mengajak manusia dan seluruh sekalian alam
untuk tunduk dan taat pada syariat dan hokum- hokum Allah.
E.
Dimensi hubungan Manusia dalam kehidupan.
Manusia memiliki kemampuan mengabstrakkan sesuatu, akal melepaskan
benda tersebut dari sifat –sifat material, lalu membandingkan dengan
benda-benda lain yang serupa dengannya, dan memproduksi sebuah konsep bersama,
sehingga manusia dapat berkembang.
1.
Hubungan
manusia dengan tuhannya.
Adapun cara
untuk mengenal tuhannya adalah sebagai berikut:
a.
Melalui
wahyu.
b.
Melalui
hikmah.
c.
Melalui
fitrah.
Dengan demikian manusia akan mengenal tuhannya sehingga tujuan
hidup akan menjadi terarah, setelah mengenal maka menjalankan tugasnya, yaitu:
a.
Menyembah
dengan segala titahnnya.
b.
Berjanji
mentaati segala titahnya.
c.
Tidak
boleh memikirkan Dzat Allah Swt.[2]
2.
Hubungan
manusia dengan sesama manusia.
Hubungan
manusia dengan manusia bersumber dari undang-undangan yaitu Al Qur’an dan Hadis
yang didalamnya terkandung beberapa perinsip.
Adapun perinsipnya adalah:
a.
Persatuan
umat Islam.
b.
Mengakui
hak- hak asai manusia.
c.
Persatuan
seagama.
d.
Toleransi
beragama.
e.
Negara
tanggungjawab bersama.
f.
Memberi
hukuman kepada yang bersalah.
g.
Menjunjung
tinggi azas perdamaian.
3.
Hubungan
manusia dengan alam sekitarnya.
Alam merupakan
bagian yang tidak bisa terlepaskan dari kehidupan manusia, karena sesungguhnya
Allah menciptakan alam serta isinya ini untuk kesejahteraan manusia. Maka tugas
manusia adalah, mengatur, mengelola dan melestarikan. Dan alam sendiri
menyimpan berbagai ilmu yang dibutuhkan manusia.
BAB III
Epistimologi Dalam Pengembangan Pendidikan Islam.
A.
Pengertian Epistimologi.
Epistimologi
berasal dari Bahasa yunani, “Episteme” yang berarti pengetahuan, sedang
“Logos” berarti teori, uraian atau alan. Jadi epistimologi adalah
sebuah teori tentang pengetahuan, atau dalam Bahasa inggris dikenal dengan “theory
of knowledge”
Epistimologi
adalah cabang dari filsafat yang berorentasi pada bagaimana pengetahuan manusia
itu di dapat.
B.
Cabang-cabang Epistimologi.
1.
Epistimologi
metafisis.
Epistomologi
metafisis berangkat dari suatu faham tertentu dari sebuah kenyataan, lalu
membahas bagaimana manusia itu mengetahui kenyataan itu.
2.
Epistomologi
sekeptis.
Pembuktian
terhadap sesuatu yang benar-benar nyata.
3.
Epistimlogi kritis.
Pemikiran yang
berangkat dari asumsi, prosedur dan kesimpulan pemikiran akal.
C.
Jenis-jenis pengetahuan
Pengetahuan
manusia dibagi kedalam tiga jenis, yaitu:
1.
Pengetahuan
ilmiah.
Pengetahuan
ilmiah adalah jenis pengetahuan yang diperoleh dan dipertanggungjawabkan
kebenarannya secara ilmiah, atau menerapkan cara kerja metode ilmiah.
2.
Pengetahuan
moral
Dari berbagai
gerak badan dan kebiasaan orang lain, menimbulkan pengetahuan yang berkaitan
dengan pendidikan dan agama.
3.
Pengetahuan
religious
Adalah
pengetahuan manusia kepada tuhannya. Dan tidak berlaku secara rasio dan empiris.
D.
Pendekatan perolehan ilmu pengetahua
Di dalam
sejarah filsafat secara lazim dikatakan bahwa pengetahuan diperoleh melalui
salah satu dari empat jalan, yaitu:
1.
Pengetahuan
yang diperoleh dari budi
2.
Pengetahuan
diperoleh dari bawaan lahir
3.
Pengetahuan
diperoleh dari indra-indra khusus, yaitu, pengelihatan, pendengaran, penciuman
dan raba.
4.
Pengetahuan
dari penghayatan langsung atau ilham.
Para filosof islam beberapa sumber dan sekaligus alat pengetahuan,
yaitu:
1.
Alam
tabi’at atau alam fisik. Melalui pengindraan
2.
Alam
akal, mengolah objek sehingga menimbulkan pengetahuan.
3.
Analogi
(tamsil), menyamakan, membandingkan suatu objek.
4.
Hati
dan ilham,
E.
Kedudukan ilmupengetahuan dalam Islam.
Dalam pandangan Islam, ilmu pengetahuan menempati kedudukan yang
tinggi, itu dikarenakan peran ilmu sendiri sangat luar biasa disamping itu
dengan ilmu manusia terangkat derajatnya, diantara pandangan Islam adalah:
1.
Ilmu
pengetahuan adalah alat untuk mencari kebenaran, dasarnya Q.S 41: 53
2.
Ilmu
pengetahuan sebagai perasarat amal sholeh. Q.S :35 : 28.
3.
Ilmu
pengetahuan adalah alat untuk mengelola sumber-sumber alam guna mencapai ridlo
Allah SWT. Q.S 31:10.
4.
Ilmu
pengetahuan sebagai alat penghubung daya fikir.
5.
Ilmu
pengetahuan sebagai hasil daya fikir.
Dengan adanya berbagai ilmu pengetahuan itu dikembangkan dalam
rangka melaksanakan amanah Allah dalam mengendalikan alam dan isinya.
F.
Implikasi ilmu pengetahuan dalam proses pendidikan Islam.
1.
Mengetahui
kebenaran, dengan mengunakan dasar wahyu atau ilham pengetahuan atau
kedua-duanya.
2.
Tugas
bimbinan keagamaan.
Tugas ini
menjadi rujukan yang dapt menyelesaikan masalah keagamaan serta serta
menjelaskan yang halal dan haram.
3.
Tugas
komunikasi umat.
4.
Tugas
menegakkan agama islam.
5.
Tugas
mempertahankan hak-hak umat.
6.
Berjuang
melawan musuh-musuh islam.
Menurut Imam Al Ghozali, ilmu pengetahuan dibagi menjadi:
1.
Ilmu
yang tercela
2.
Ilmu
yang terpuji.
3.
Dan
ilmu yang terpuji pada taraf tertentu. [3]
BAB IV
Implikasi Nilai Dalam Pendidikan
Islam (Kajian Aksiologi)
A.
Pengertian nilai.
Nilai adalah sesuatu yang tidak terbatas yang artinnya segala
sesuatu yang ada di jagat raya ini adalah bernilai, sedang nilai dalam filsafat
sebagai aksiologi. Nilai juga dikatakan perinsip dan hakikat makna,
landasan dari sesuatu. Maka, nilai dan implikasi terhadap pendidikan adalah
pendidikan menilai dan menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut
didalam kehidupan manusia dan membina didalam kepribadian anak.
B.
Macam-macam nilai
1.
Nilai
logika.
Nilai logika
mencangkup pengetahuan, penelitian, keputusan, penuturan, pembahasan, teori
atau cerita.
2.
Nilai
etika.
Nilai etika
yaitu berkaitan dengan melayani orang lain dan cinta kepada orang lain.
3.
Nilai
religious.
System nilai
islam yang hendak dibentuk dalam pribadi anak didik dalam wujud keseluruhannya
dapat diklarifikasikan kedalam norma- norma.
C.
System nilai dan tauhid dalam Islam
Islam tidak terdiri dari unsur-unsur tak serasi yang berserakan,
melainkan suatu nilai keseluruhan yang terwujud dalam berbagai bnetuk yang di
pandang sebagai manifestasi pribadatan kepada Allah Swt. Dan tauhid itu sendiri
merupakan akar dari semua kenyataan dan proses system dalam akidah.
1.
Pendidikan
kepribaadian dalam kehidupan manusia.
Secara
definitive, kepribadian dapat dirumuskan:
a.
Suatu
perwujudan keseluruhan segi manusiawinnya yang unik lahir batin dan dalam
antara hubungannya dengan kehidupan sosial dan individualnnya.
b.
Organisasi
dari dinamis dari pada system-sistem phsycopisik dalam individu.
c.
Kepribadian
adalah keseluruhan dari ciri-ciri dan tingkah laku.
Dari ketiga
batasan tersebut nampak jelas bahwa kepribadian adalah hasil dari suatu proses
kehidupan yang di jalani seseorang, kemudian terus berkembang membentuk sebuah
potensi. Namun semua orang memiliki perbedaan mengenai tiga hal di atas.
Perkembangan dari potensi potensi
esensial manusia secara kesatuan intregal inilah yang akan menentukan kualitas
kepribadian manusia. Maka pendidikan kepribadian harus selalu berorentasi pada di
atas.
2.
Konsep
tentang individualitas manusia.
Kata individu
tidak bisa dilepas atau dipisah-pisahkan jadi mahluk individu adalah manusia
tidak bisa dipisah antara jiwa dan ragnya, rohani dan jasadnya. Dan selanjutnya
individu tadi berkembang dan mempunyai kegiatan dalam kehidupan.
3.
Konsep
tentang sosial manusia.
Selain memenuhi
kebutuhan sendiri, manusia juga dapat mengembang kan potensinya dengan kontak
sosial, timbal balik, selanjutnya ia dapat menyesuakin diri dengan
kelomppoknya.
4.
Konsep
manusia sebagai mahluk yang bersusila.
Dalam kehidupan
sehari-hari manusia dituntut untuk bertingkah laku secara bermoral. Dengan
demikian, pendidikan harus berorentasi kepada ahlak manusia, sehingga setiap
individu mempunyai tanggung jawabk untuk mempunyai ahlak yang mulia, sehingga
dapat menerapkan hak dirinya dan hak orang lain.
5.
Konsep
manusia sebagai mahluk bertuhan.
Pada dasarnya
secara sadar atau tidak, manusia mengakui bahwa ia adalah mahluk tuhan dan
mahluk ciptaan tuhan. Dengan demikian manusia dituntut percaya terhadap
tuhannya, maka dengan demikian, tiap individu berusaha untuk menigkatkan
pribadinya, mengikat hubungan dengan ssama, meningkatkan pengabdian kepada Allah.
D.
Pendidikan Agama Islam dan pembentukan jiwa.
Pendidikan agama Islam dapat memberi andil dalam pembentukan jiwa
dan kepribadian yang baik, hal ini karena pendidikan islam mengacu kepada
pemahaman tehadap pemahaman yang baik dan benar. Dengan kata lain, pendidikan agama islam
mengajak manusia/ individu untuk berpaham atas dasar wahyu yang benar, berfikir
rasional, membentuk ahlak.
E.
Proses dan sosialisai nilai pendidikan Islam.
Ahlak manusia akan terbentuk melalui beberapa pembiasaan.
Pembiasaan tersebut terjadi di lingkungkungan sekolah, keluarga dan masyarakat,
dengan demikian pendidikan Islam haruslah berorentasi membina manusia agar
manusia itu sendiri dapat mengontrol dirinya dalam lingkup keluarga, dan
masyarakat, ehingga individu tersebut mempunya potensi yang bermanfaat bagi
diri dan keluarga serta masyarakatnya.[4]
BAB V
Hakikat Kurikulum dan Evaluasi
Pendidikan Menurut Filsafat Pendidikan Islam.
A.
Kurikulum menurut filsafat pendidikan Islam.
Kurikulum adalah seperangkat perencanaan dan media untuk
mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujutkan tujuan pendidikan yang
diinginkan. Kurikulum juga sebagai program studi, konten, kegiatan berencana,
hasil belajar, reproduksi kultural, pengalaman belajar, dan kurikulum adalah
produksi. Dengan demikian maka kurikulum adalah kegiatan yang mencangkup
berbagai kegiatan anak didik yang terperinci yang berupa bentuk-bentuk bahan
pendidikan, strategi belajar mengajar, pengaturan program agar dapat
diterapkan.
1.
Ciri-ciri
kurikulum pendidikan islam.
a.
Menonjolnya
tujuan agama dan ahlak.
b.
Meluasnya
perhatian dan kandungannya.
c.
Keseimbangan
yabg relative.
d.
Kecenderugan
pada seni halus.
2.
Asas
dan perinsip kurikulum pendidikan Islam.
a.
Azas
agama, kurikulum pai harus meletakkan pada ajaran Islam.
b.
Azas
falsafah, memberikan kepada arah kebenaran terhadap nilai ajaran Islam.
c.
Azas
pesikologis, kurikulum hendaknya disusun berdasarkan tingkat
perkembangan peseta didik.
d.
Asaz
sosial, kurikulum harus mengacu kepada arah realitas individu dan masyarakat.
3.
Fungsi
kurikulum.
a.
Kurikulum
sebagai alat untuk sampai pada tujuan pendidikan islam.
b.
Kurikulum
sebagai pedoman dan program yang harus dilakukan oleh objek dan subjek
pendidikan.
c.
Kesinambungan
untuk persiapan pada jenjang sekolah.
d.
Kurikulum
sebagai setandar penilain kriteria keberhasilan suatu proses pendidikan.
B.
Hakikat evaluasi menurut filsafat pendidikan Islam.
Evaluasi adalah proses pembandingan atas situasi yang ada dengan
kriteria tertentu terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan pendidikan.
Evaluasi merupakan komponen pendidikan. Evaluasi merupakan penetapan baik dan
buruk, terhadap sesuatu berdasarkan kriteria tertentu yang sudah disepakati
sebelumnya.
1.
Tujuan
dan fungsi evaluasi.
Tujuannya
adalah, memberikan standar keberhasilan baik dari sisi kongnitif, afektif,
maupun pesikomotor, kemudian berimplikasi kepada penaganan siswa oleh
pendidiknya untuk bisa memberikan pemahaman
Fungsi
evaluasi:
a.
Untuk
mengetahui kemampuan peserta ddiik.
b.
Mengetahui
penyerapan terhadap bahan ajar.
c.
Untuk
mendorong persaingan sehat antar peserta didik.
d.
Untuk
mengetahui perkembangan dan kemajuan peserta didik.
e.
Untuk
mengetahui ketepatan atau tidaknya metode dan strategi guru.
2.
Perinsip-peerinsip
evaluasi pendidikan Islam.
a.
Evaluasi
harus mengacu kepada tujuan.
b.
Evaluasi
dilakukan dengan objektif.
c.
Evaluasi
harus dilakukan dengan komperhensif.
d.
Evaluasi
dilakukan secara kontinew.
BAB VI
Hakikat Pendidik dan Peserta Didik
Menurut Filsafat Pendidikan Islam.
A.
Hakekat pendidik menurut filsafat pendidikan Islam.
Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi
bimbingan atau bantuan keoepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan
rohaninya agar mencapai kedewasaan dan pelaksananan tugasnya sebagai kholifah
di bumi.
Pendidik
adalah orang ada didalam system pendidikan. Pendidik adalah orang dewasa yang
memberi contoh mulia terhadap peserta didik dan berusaha membuat peserta didik
mengembangkan potensi yang dimiliki. Dengan demikian maka guru dituntut untuk
mempunyai kopetensi, yaitu:
1.
Kopetensi
pendidik.
Mengetahui
hal-hal yang perlu diajarkan, menguasai seluruh materi yang akan diajarkan,
mempunyai kemampuan analisis terhadap materi, menggali informasi sebelum
diajarkan, mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
2.
Kopetensi
kepribadian.
Pendidik mempunyai
kemampuan yang berbeda-beda, namun dalam hal mendidik, guru dituntut untuk
mengembangkan, dan mengetahui:
a.
Mengenal
dan mengakui harkat dan potensi peserta didik yang diajar.
b.
Membina
suatu suasana social yang meliputi interaksi belajar mengajar sehingga amat
bersifat menunjang secara moral, guna menyamakan pemahaman peserta didik.
c.
Membina
suatu perasaan saling menghormati, saling bertanggung jawab dan saling
mempercayai.
3.
Kopetensi
penguasaan atas bahan ajar.
Pendidik dituntut untuk bisa menguasai komponen-komponen bahan ajar
yang sesuai dengan jenjang dan kurikulum, agar peserta didik sefaham atas objek
pembelajaran. Dan juga agar bahan ajar valid, dan dapat di percaya.
4.
Kopetensi
dalam cara-cara mengajar.
Agar peserta
didik mampu menyerap, dan menumbuhkan rasa bergairah atas pelajaran maka guru
harus bisa mengembangkan keterampilan:
a.
Menyususn
program pembelajaran.
b.
Mengunakan
media yang tepat.
c.
Mengunakan
dan mengembangan metode yang dipakai.
5.
Karakteristik
pendidik.
Pendidik harus mempunyai karakteristik tertentu, yang dengan
karakteristik tersebut dimaksud agar dapat di dengan dan dipatuhi. Adapun
karakteristik yang harus dipenuhi peserta didik yaitu:
a.
Tingkah
laku dan pola fikir pendidik bersifat robbani, ihlas, sabar, jujur dan
senantiasa membekali diri dengan ilmu.
b.
Mampu
mengunakan berbagai metode dan strategi belajar mengajar, mampu mengelola
peserta didik dan juga mampu mempelajari psikis peserta didik.
c.
Tanggap
terhadap berbagai kondisi dan perkembangan dunia yang mempengaruhi jiwa peserta
didik.
d.
Bersikap
adil diantara peserta didik.
6.
Kode
etik pendidik.
a.
Mempunyai
watak kebapakan sebelum menjadi pendidik, sehingga ia dapat menyangi peserta
didik seperti anak sendiri.
b.
Mampu
berkomunikasi dengan peserta didik dengan baik.
c.
Memperhatikan
kemampuan dan kondisi peserta didik.
d.
Mengetahui
kepentingan bersama dan mempunyai kopetensi keadilan.
e.
Ihlas
dalam menjalankan aktifitasnya di sekolah.
7.
Tugas
pendidik.
a.
Pengajar,
bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah di
susun.
b.
Pendidik,
yaitu mengarahkan peserta didik menuju kedewasaan yang yang berkepribadian
insan khamil.
c.
Motivator
dan vasilitator, yaitu pendidik mampu mendorong dan menyiap kan kebutuhan
peserta didik agar potensi peserta didik dapat ter aktualisasikan dengan baik.[5]
B.
Hakikat peserta didik menurut filsafat pendidikan Islam.
1.
Pengertian
peserta didik.
Peserta didik adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang, baik
fisik, psikis untuk mencapai tujuan pendidikanya melalui proses pendidikan.
Peserta didik adalah seseorang yang menerima pengaruh dari seseorang. Peserta
didik adalah anak yang belum dewasa yang memerlukan pengarahan dari orang
dewasa. Maka peserta didik adalah objek pendidikan yang aktif dan kreatif serta
produktif.
2.
Karakteristik
peserta didik.
Seperti yang dikemukakan
oleh imam al ghozali, bahwa peserta didik hendaknya memiliki sifat:
a.
Belajar
dengan niat beribadah dalam rangka taqorrub ila Allah.
b.
Mengurangi
kecendrungan kehidupan duniawi.
c.
Bersikap
tawadhu’.
d.
Menjaga
fikiran dari berbagai pertentangan yang timbul dari aliran.
e.
Mempelajari
ilmu-ilmu yang terpuji.
f.
Belajar
secara bertahap dan berjenjang.
g.
Mempelajari
ilmu sampai tuntas.
3.
Tugas
peserta didik.
Seperti yang di
katakana oleh an-namiri al-qurtubi:
a.
Seorang
murid harus membersihkan hatinya dari kotoran sebelum ia menuntut ilmu.
b.
Hendaklah
tujuan belajar itu ditujukan untuk menghiasi ruh dengan sifat keutaman,
mendekatkan diri dengan tuhan.
c.
Peserta
didik tabah dalam memperoleh ilmu untuk supaya merantau.
d.
Wajib
menghormati guru.
C.
Hubungan antara pendidik dan peserta didik.
1.
Pelindung.
Orang dewasa
selalu menjaga dan memperhatikan anak didiknya. Pendidik supaya menjaga anak
didiknya jagan sampai merugikan dirinya dan orang lain, baik secara langsung
atau tidak.
2.
Menjadi
teladan.
Pendidik
bertingkah laku yang baik “ berahlak kharimah” agar peserta didik meniru
yang demikian itu.
3.
Pusat
mengarahkan pikiran dan perbuatan.
Pendidik
menjadi rujukan, menjadi pedoman, menjadi penasehat terhadap gerak gerik
peserta didik, guru juga mengenalkan tanggung jawab terhadap peserta didik.
4.
Pencipta
perasaan bersatu.
Pendidik
menjalin hubungan harmonis dengan peserta didik, agar peserta didik mendapat
pengalaman dasar untuk hidup bermasyarakat, antara lain:
a.
Saling
percaya dan mempercayai.
b.
Rasa
setia.
c.
Saling
meminta dan memberi.
Untuk memiliki perasaan perasaan tersebut maka ana dipersiapkan di
dalam kehidupan berkeluarga yang teratur yang dapat memberikan pimpinan dalam
kehidupannya.[6]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar