BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Karena ilmu
merupakan jalan menuju surga, maka ilmu mempunyai kedudukan yang tinggi di
dalam Islam.
Karena itu orang-orang yang berilmu menempati kedudukan yang tinggi di sisi
Allah SWT, bahkan mendekati kedudukan para nabi. Semua muslim diwajibkan
menuntut ilmu agar aqidahnya tidak tersesat, ibadahnya benar, dan perilakunya
sesuai syariat agama.
Menuntut ilmu
adalah salah satu kewajiban bagi setiap orang Islam
selama hayat masih dikandung badan. Untuk menunjukan kesungguhan dalam
memanfaatkan waktu untuk menuntut ilmu. Sikap disiplin mutlak diperlukan dalam
meraih cita-cita.
Dalam kehidupan seseorang muslim, waktu merupakan karunia yang
tidak bisa terlebih dibandingkan harta dan yang lainya. Mengoptimalkan waktu
untuk ketaatan kepada Alla SWT, merupakan Modal kemanfaatan kehidupan dunia dan
akhirat sehingga mewujudkan keselamatan bagi dirinya. Menyia-nyiakan waktu dengan percuma tanpa makna, berarti kesengsaraan dan kebinasaan bagi dirinya.
Kita harus berusaha untuk memanfaatkan waktu sebaik-baiknya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana kandungan ayat dan hadist tentang menghargai waktu?
2.
Bagaimana kandungan ayat dan hadist tentang menuntut ilmu?
C.
Tujuan Masalah
1.
Untuk mengetahui kandungan ayat dan hadist tentang menghargai waktu.
2.
Untuk mengetahui kandungan ayat dan hadist tentang menuntut ilmu.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kandungan ayat dan Hadist tentang Menghargai Waktu
Islam
menganjurkan agar manusia menmanfaatkan waktu dan kesempatan yang dimiliki
sehingga ia tidak termasuk golongan orang yang
merugi. Hal itu tercantum dalam Q.S. ‘Ashr dan Rasulullah SAW juga
menganjurkan agar manusia memanfaatkan kesempatan yang ia miliki.[1]
Diantaranya sebagai berikut:
1.
Ayat Al Qur’an tentang
menghargai waktu
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا
الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ
وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ3)
Makna Lafdliyah
Terjemah
|
Lafadz
|
demi masa
|
وَالْعَصْرِ
|
manusia
|
اْلإِنْسَانَ
|
kerugian
|
خُسْرٍ
|
nasehat
menasehati
|
وَتَوَاصَوا
|
mentaati
kebenaran
|
بِالْحَقِّ
|
menetapi
kesabaran.
|
بِالصَّبْرِ
|
Artinya :
1. Demi masa.
2. Sesungguhnya manusia itu
benar-benar dalam kerugian,
3. Kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati
supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Penjelasan surat
Al-Ashr
وَاْلعَصْرِ
Dalam ayat ini Allah bersumpah dengan menggunakan waktu, yaitu
waktu-waktu yang kita lalui dalam hidup kita, zaman demi zaman, masa demi masa.
Bumi berputar dan bergantilah masa yang dilaluinya; suka dan duka, naik dan
turun, masa muda dan masa tua. Ada masa hidup, kemudian mati dan tinggallah
kenang-kenangan ke masa lalu. Maka Allah menjadikan waktu sebagai sumpah, atau
menjadi sesuatu yang mesti diingat. Kita hidup di dunia ini adalah melalui
masa, Setelah itu kita pun akan pergi. Dan apabila kita telah pergi, artinya
mati, habislah masa yang kita pakai dan yang telah lalu tidaklah dapat diulang
lagi, dan masa itu akan terus dipakai manusia yang tinggal, silih berganti, ada
yang datang dan ada yang pergi. Dijadikannya waktu oleh Allah sebagai sumpah
adalah merupakan peringatan, agar waktu itu jangan disia-siakan atau jangan
diabaikan.
انّ الإنسنا لفي خسر
“Sesungguhnya manusia
itu adalah di dalam kerugian”
Di dalam waktu yang dilalui itu jelaslah bahwa manusia hanya rugi. Dalam
hidup melalui waktu itu tidak ada keuntungan sama sekali. Hanya rugi saja yang
didapati, Dari waktu pertama lahir ke dunia, dan dari waktu ke waktu, usia
terus mengurang. Setiap hari dilalui, sampai hitungan bulan dan tahun, dari
muda ke tua, hanya kerugian saja yang dihadapi. Di waktu kecil kita merasa
senang dalam pangkuan ibu, itu pun rugi karena belum merasakan arti hidup. Setelah
mulai dewasa barulah berdiri sendiri, beristeri atau bersuami. Namun kerugian
pun ada. Sebab hidup mulai bergantung kepada tenaga dan kegiatan sendiri, tidak
lagi ditanggung orang lain. Sampai kepada kepuasan berhubungan suami isteri
yang berjalan dalam beberapa menit untuk menghasil anak yang akan dididik dan
diasuh, menjadi tanggungjawab sampai ke sekolahnya dan perguruan tingginya
untuk bertahun-tahun. waktu kita masih muda dan gagah perkasa harapan masih
banyak. Tetapi apabila usia mulai lanjut barulah kita insaf bahwa tidaklah
semua yang kita angankan di waktu muda dapat tercapai. Banyak pengalaman di
masa muda telah menjadi kekayaan jiwa setelah tua. Kita berkata dalam hati
supaya berbuat begini, jangan menempuh jalan itu, harus beginilah, harus
begitulah melakukannya. Pengalaman itu mahal sekali. Tetapi kita tidak ada
tenaga lagi buat mengerjakannya sendiri. Sesudah itu kita merasakan sepi, bahkan
kadang-kadang bertambah menjadi beban berat buat anak-cucu. Sesudah itu kita
pun mati. Begitulah kerugian yang akan kita rasakan. Belum ada apa-apa kita
sudah pergi, Kerugianlah seluruh masa hidup itu.
إلاّ
لّذ ين آمنوا....
“Kecuali
orang yang beriman.” (pangkal ayat 3).
Yang tidak akan merasakan kerugian dalam waktu ini hanyalah
orang-orang yang beriman. Orang-orang yang mempunyai kepercayaan bahwa hidupnya
ini adalah atas kehendak Yang Maha Kuasa. Manusia datang ke dunia ini hanya
sementara waktu, namun waktu yang sementara itu dapat diisi dengan baik karena
ada kepercayaan, ada tempat berlindung. Iman menyebabkan manusia insaf dari
mana datangnya. Iman menimbulkan keinsafan untuk apa dia hidup di dunia ini,
yaitu untuk berbakti kepada Maha Pencipta dan kepada sesama manusia. Iman
menimbulkan keyakinan bahwasanya sesudah hidup yang sekarang ini ada lagi
hidup. Itulah hidup yang sebenarnya, hidup yang baqa. Di sana kelak segala
sesuatu yang kita lakukan selama masa hidup di dunia ini akan dihisab oleh
Allah.
وعملواالصلحات....
“Dan beramal shalih,”
bekerja yang baik dan berfaedah. Sebab hidup itu adalah suatu
kenyataan dan mati pun kenyataan pula, dan manusia yang di keliling kita pun
suatu kenyataan pula. Yang baik akan mulia, yang buruk akan merugikan diri
sendiri dan merugikan orang lain. Sinar Iman yang telah tumbuh dalam jiwa telah
menjadi keyakinan, dengan sendinya menimbulkan perbuatan baik.
....وتواصوا با لحق
“Dan saling berwasiat dengan Kebenaran.”
Karena nyatalah sudah bahwa
hidup yang bahagia itu adalah hidup bermasyarakat. Hidup nafsi-nafsi adalah
hidup yang sangat rugi. Maka hubungkanlah tali kasih-sayang dengan sesama
manusia, saling memberi tahu kepada yang benar. Supaya yang benar itu dapat dijunjung
tinggi bersama. Saling mengingatkan pula mana yang salah, supaya yang salah itu
sama-sama dijauhi.
Dengan demikian beruntunglah masa hidup. Tidak akan pernah merasa
rugi. Karena setiap pribadi merasakan bahwa
dirinya tidaklah terlepas dari ikatan bersama. Dan rugilah orang yang
menyendiri, yang menganggap kebenaran hanya
untuk dirinya seorang.
.....وتوا
صوا بالصبر
“Dan saling
berwasiat dengan Kesabaran.” (ujung ayat 3).
Tidaklah cukup kalau hanya saling berwasiat tentang nilai-nilai
Kebenaran. Sebab hidup di dunia itu bukanlah jalan datar saja. Seringkali kaki
kita tersandung. Cobaan terlalu banyak. Kesusahan kadang-kadang sama banyaknya
dengan kemudahan. Kebanyakan orang yang rugi karena dia tidak tahan menempuh
kesukaran dan halangan hidup. Dia rugi sebab dia mundur, atau dia rugi sebab
dia tidak berani maju. Dia berhenti di tengah perjalanan. Padahal berhenti
artinya pun mundur.
Sedangkan umur berkurang terus, Sebab kesempurnaan itu ialah
sempurna pada diri sendiri dan menyempurnakan pula bagi orang lain.
Kesempurnaan itu dicapai dengan kekuatan ilmu dan kekuatan amal. untuk memenuhi
kekuatan ilmiah ialah Iman. Untuk peneguh kekuatan amaliah ialah berbuat amal
yang shalih. Dan menyempurnakan orang lain ialah dengan mengajarkannya kepada
mereka dan mengajaknya bersabar dalam berilmu dan beramal.
2. Hadis tentang menghargai waktu
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ
عُمَر رَضِيَ الله عَنْهُمَا قَالَ : أَخَذَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِمَنْكِبِي فَقَالَ: كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ
عَابِرُسَبِيْلٍ وَكاَنَ ابْنُ عُمَرُ يَقُوْلُ إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ
الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ
فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَ مِنْ حَيَاتِكَ
لِمَوْتِكَ (رواه البخاري)
Makna Lafdziyah
Terjemahan
|
lafadz
|
Jadilah kamu di dunia ini
|
كُنْ
فِي الدُّنْيَا
|
asing
|
غَرِيْبٌ
|
orang yang melewati suatu
jalan.’
|
عَابِرِ
سَبِيْلٍ
|
Apabila kamu berada di sore
hari
|
إِذَا
أَمْسَيْتَ
|
kamu menunggu
|
تَنْتَظِرِ
|
kamu berada di pagi hari
|
أَصْبَحْتَ
|
sore
|
الْمَسَاءَ
|
untuk menghadapi sakitmu
|
لِمَرَضِكَ
|
untuk menghadapi matimu.
|
لِمَوْتِكَ
|
Dari
Abdullah bin Umar ia berkata: “Rasulullah SAW memegang kedua pundakku seraya bersabda,
‘Jadilah kamu di dunia ini seakan-akan kamu orang asing atau orang yang
melewati suatu jalan.’ Ibnu Umar berkata.” Apabila kamu berada di sore hari
janganlah kamu menunggu (melakukan sesuatu) hingga pagi hari (datang). Apabila
kamu berada di pagi hari jangankah menunggu (melakukan sesuatu) hingga sore
(datang). Gunakan waktu sehatmu untuk menghadapi sakitmu, dan waktu hidupmu
untuk menghadapi matimu. (HR. Bukhori)[2]
B.
Kandungan ayat dan Hadis tentang menuntut ilmu
1.
Ayat dan hadis tentang perintah menuntut ilmu
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ
الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ
بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5)[3]
Makna Lafdziyah
Terjemahan
|
lafadz
|
Bacalah
|
اقْرَأْ
|
dengan (menyebut) nama
Tuhanmu
|
بِاسْمِ رَبِّكَ
|
yang Menciptakan
|
الَّذِي خَلَقَ
|
manusia.
|
الْإِنْسَانَ
|
segumpal darah.
|
عَلَقٍ
|
Maha pemurah,
|
الْأَكْرَمُ
|
dengan perantaran kalam
|
الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ
|
apa yang tidak di ketahui
|
مَا لَمْ يَعْلَمْ
|
Penjelasan surat al alaq
Surat
Al-Alaq 1-5 merupakan wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad SAW. Inilah wahyu pertama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW, yang dalam kajian Ibnu Katsir dikatakan sebagai rahmat dan nikmat
pertama yang dianugerahkan Allah SWT kepada para hamba-Nya (Lihat Tafsir Ibnu
Katsir V/236). Dan inilah pula yang menandai penobatan beliau sebagai
Rasulullah, utusan Allah, kepada seluruh umat manusia. Wahyu inilah yang
menjadi tonggak perubahan peradaban dunia. Dengan turunnya ayat tersebut maka
berubahlah garis sejarah umat manusia. Berubah dari kehidupan jahiliyah nan
gelap dalam semua aspek, termasuk di dalamnya kegelapan ilmu pengetahuian,
menjadi terang benderang. Sejak saat itu, penduduk bumi hidup dalam keharibaan
dan pemeliharaan Allah SWT secara langsung. Mereka hidup dengan terus memantau
ajaran Allah yang mengatur semua urusan mereka, besar maupun kecil. Dan
perubahan-perubahan itu ternyata diawali dengan "Iqra" (bacalah).
Perintah membaca di sini tentu harus dimaknai bukan sebatas membaca
lembaran-lembaran buku, melainkan juga membaca ‘buku’ dunia. Seperti membaca
tanda-tanda kebesaran Allah. Membaca diri kita, alam semesta dan lain-lain.
Berarti ayat tersebut memerintahkan kita untuk belajar dari mencari ilmu
pengetahuan serta menjauhkan diri kita dari kebodohan.
Namun membaca
yang mampu membawa kepada perubahan positif bagi kehidupan manusia bukanlah
sembarang membaca, melainkan membaca ‘dengan menyebut nama Allah Yang
Menciptakan’ اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
Dalam kajian
Sayyid Quthb Rahimahullah, bahwa surat ini adalah surat pertama dari Al Qur’an,
maka ia dimulai dengan Bismillah, dengan nama Allah. Dan Rasulullah SAW pertama
kali melangkah dalam berhubungan dengan Allah dan pertama kali menapaki jalan
da’wah dengan Bimillah: "Iqra’ Bismi Rabbik". (Tafsir Fi
Zhilal Al Qur’an)
Dengan demikian
dalam makna yang lebih luas, ayat pertama merupakan perintah untuk mencari
ilmu, ilmu yang bersifat umum baik ilmu yang menyangkut ayat-ayat qauliyah
(ayat Al Qur’an) dan ayat-ayat kauniyah (yang terjadi di alam). Ayat
qauliyah ialah tanda-tanda kebesaran Allah SWT yang berupa firmanNya, yaitu
Al-Quran. Dan ayat-ayat kauniyah ialah tanda-tanda kebesaran Allah SWT yang
berupa keadaan alam semesta.
وَفِي الْأَرْضِ آيَاتٌ لِلْمُوقِنِينَ (20) وَفِي أَنْفُسِكُمْ ۚأَفَلَا
تُبْصِرُونَ (21)
Artinnya: “Dan
di bumi terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang orang
yang yakin dan (juga)pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan”?
(QS. Az-Zariyat 20-21)
خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ
Ayat kedua,
Allah menyatakan bahwa manusia dicipta dari segumpal darah. Allah SWT sendiri
juga telah menegaskan bahwa manusia dicipta sebagai sebaik-baik ciptaan dan tidak ada makhluk yang dianugerahi
wujud dan fasilitas hidup yang menyamai manusia. Allah menganugerahi manusia
berupa akal pikiran, perasaan, dan petunjuk agama. Semua itu menjadikan manusia
sebagai makhluk yang paling mulia. Yang demikian itu, diharapkan manusia
bersyukur kepada Allah dengan menaati semua perintah dan menjauhi semua
laranganNya.
الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ
Ayat keempat, Allah
SWT mengajar manusia dengan pena. Maksudnya dengan pena manusia dapat
mencatat berbagai cabang ilmu pengetahuan, dengan pena manusia dapat menyatakan
ide, pendapat dan keinginan hatinya dan dari pena manusia juga mendapatkan
berbagai ilmu pengetahuan baru.
عَلَّمَ
الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
Pada ayat
kelima, Allah mengajar manusia apa yang tidak/belum diketahuinya.
Manusia lahir ke dunia dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa. Secara perlahan,
Allah memberikan manusia kemampuan melihat dengan matanya dan mendengar dengan
telinganya, sehingga dengan kemampuannya itu manusia mampu mencapai cabang ilmu
baik ilmu agama maupun ilmu yang lain bahkan ilmu yang mungkin langsung
diberikan oleh Allah kepada beberapa orang yang dikehendaki tanpa melalui
belajar (ilmu laduni).
Demikian, Allah telah menerangkan bahwa manusia manusia dicipta
dari benda yang tidak berharga kemudian memuliakannya dengan mengajar membaca,
menulis, dan memberinya pengetahuan.
Rasulullah SAW. Bersabda:
عَنْ
اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى االلهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
طَلَبُ اْلعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَـى كُلِّ مُسْلِمٍ وَوَاضِعُ اْلعِلْمِ عِنْدَ غَيْرِ
أَهْلِهِ كَمُقَلِّدِ الخَنَا زِيْرِ اْلجَوْهَرَ وَالُّلؤْلُؤَ وَالذَّ
هَبَ.
Artinya: Dari
Anas Bin Malik Berkata “Rasullulah SAW. bersabda, mencari ilmu itu wajib bagi
setiap orang islam. Memberikan ilmu kepada orang yang bukan ahlinya (tidak
tepat), setiap orang yang mengalungi babi dengan permata, mutiara atau emas.
(H.R. Ibnu Majah)
Hadis tersebut di atas adalah salah satu dari sekian banyak hadis
yang berbicara tentang menuntut ilmu.
طَلَبُ
الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Mencari ilmu
wajib bagi setiap muslim[4]. potongan hadis ini sudah sangat populer di kalangan umat Islam.
Banyak yang meriwayatkan hadis ini dengan sedikit perbedaan pada matan hadis
dan tingkatan hadisnya. Ada yang meriwayatkan dengan ditambah kalimat wal
muslimat. Namun semua tetap sependapat bahwa hadis ini sebagai dasar kuat
bahwa mencari ilmu itu wajib hukumnya bagi setiap muslim
وَوَاضِعُ
الْعِلْمِ عِنْدَ غَيْرِ أَهْلِهِ كَمُقَلِّدِ الْخَنَازِيْرِ الْجَوْهَرَ
وَاللُّؤْلُؤَ وَالذَّهَبَ (رواه ابن ماجة)
Artinnya: “Memberikan
ilmu kepada orang yang bukan ahlinya seperti orang yang mengalungi babi dengan
permata, mutiara dan emas”.
Meletakkan ilmu
maksudnya menimba ilmu, kepada orang yang bukan ahlinya adalah perbuatan
sia-sia. Menimba ilmu kepada orang yang tidak punya kemampuan di bidangnya adalah
perbuatan sia-sia. Sebagai contoh, ketika kita ingin mempelajari cara-cara
merangkai listrik, maka lebih tepat kita menanyakannya pada guru bidang studi
fisika. Begitu juga ketika kita ingin mengetahui lebih dalam tentang cara
bermain musik, lebih tepat jika kita berguru pada orang yang ahli di bidang
itu. ketika kita ingin menulis sebuah artikel, buku, atau karya tulis ilmiah,
maka alangkah baiknya kita berguru dan berkonsultasi pada orang yang mempunyai
kemampuan di bidang bahasa Indonesia.[5]
Hadis riwayat Ibnu Majah tersebut mengandung pengertian bahwa
mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim. Kewajiban itu berlaku bagi laki-laki
ataupun perempuan, anak-anak ataupun dewasa. Dengan demikian, tidak ada alasan untuk malas mencarai ilmu. Ilmu yang wajib
diketahui oleh setiap muslim adalah ilmu-ilmu yang berkaitan dengan tata cara
beribadahan kepada Allah SWT, Tanpa mengetahui ilmunya dapat mengakibatkan
kesalahan. Apabila dalam beribadah salah tata caranya, ibadah itu tidak akan
diterima Allah SWT.
Ilmu-ilmu yang
bersifat kedunian, seperti kedokteran, ekonomi, matematika, atau ilmu yang lain
merupakan suatau keutamaan. Mencari ilmu-ilmu tersebut hukumnya adalah fardu
kifayah. Maksudnya, apabila sebagian orang islam sudah ada yang mempelajarinya,
sebagian yang lain sudah terbebas dari hukum. Meskipun demikian, kita tidak
boleh menganggap remeh ilmu-ilmu tersebut.
Bahwa hadist
tersebut juga disebutkan bahwa memberikan ilmu kepada orang yang tidak tepat
adalah sia-sia. Maksudnya, ilmu itu harus disampaikan sesuai dengan taraf
berfikir si penerima ilmu. Memberikan ilmu secara tidak tepat diibaratkan
menggalungkan perihasan pada babi. Meskipun dikalungi perihasan, babi tetap
sebagai binatang kotor.[6]
Sedangkan hadis lain menyebutkan tentang menuntut ilmu adalah:
اطلبو
العلم ولو با لصين فإن طلب العلم فريضة على كل مسلم ان الملا للإكة تضع اجنحتها
لطا لب العلم بما يطلب
Artinya: Carilah ilmu sekalipun di
negeri cina karena sesungguhnya mencari ilmu itu wajib atas setiap muslim.
Sesungguhnya para mlaikat menaungkan sayapnya kepada orang yang mencari ilmu
karena ridho terhadap amal perbuatan itu”.
Penjelasan dari hadis di atas adalah:
Mencari ilmu
itu wajib hukumnya terlebih lagi ilmu agama karena ilmu agama dapat
mengantarkan pemiliknya kepada kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Orang yang
mencari ilmu dido’akan oleh semua malaikat sehingga digambarkan dalam hadis ini
bahwa mereka menaungkan sayapnya kepada orang-orang yang menuntut ilmu karena
mereka ridho terhadapnya. Dalam hadis lain disebutkan bahwa orang yang mencari
ilmu itu didoakan oleh semua makhluk hidup sehinga ikan-ikan yang ada di laut
pun ikut mendoakanya.
Pengertian negeri China
dalam hadis ini menunjukan pengertian negeri
yang terjauh doa hadis ini sekaligus merupakan bukti sejarah bahwa bangsa Arab pada
saat ini mengenal adanya negeri China.
Demikian pula sebaliknya, orang-orang China
pun telah mengenal adanya negeri Arab.
Atau makna yang dimaksud adalah mencari ilmu yang berkaitan dengan maslahat
orang banyak karena sejak zaman dahulu negeri China terkenal sebagai negeri
pembuat kertas yang tidak terdapat di negeri Arab. Berdasarkan pengertian ini,
maka makna yang dimaksud ialah carilah ilmu apapun yang bermanfaat bagi
kepentingan orang banyak.[7]
2.
Pentingnya menuntut ilmu
Semua perkara
yang diperintahkan islam, pasti akan bermanfaat dan membawa kebaikan bagi
umatnya. Sebaliknya, perkara yang dilarang islam, pasti membawa madhorot bagi
umatnya (jika dilarang). Menuntut ilmu adalah perkara yang diperintahkan dalam
islam. Dengan demikian,
Orang yang
mencari ilmu memperbeloh pahala seperti orang yang berjihad. Hal itu sesuai
dengan sabda Rasullulah saw.
من
خرج فى طلب العلم كان في سبيل الله حتى يرجع
Artinya: “Orang
yang keluar untuk mencari ilmu maka ia berada di jalan Allah hingga ia kembali
(ke rumahnya”
a.
Menuntut ilmu mepunyai kebaikan lebih baik daripada seratus rekaat.
Hal itu sesuai sabda Rasullulah. Kepada Abu Dzardak berikut ini.
يَا أَبَا ذَرِّ لأَنْ تَغْدُوَ
فَتَعَلَّمَ آيَةً مِنْ كِتَابِ اللهِ خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ تُصَلِّيَ مِائَةَ
رَكْعَةً (رواه ابن ماجة)
Artinnya: “Wahai Abu Dzar,
keluarmu dari rumah di pagi hari untuk mempelajari satu ayat dari kitab Allah
itu lebih baik daripada engkau mengerjakan sholat seratus rakaat” (HR. Ibnu
Majah)
b.
Orang yang suka mencari ilmu akan dimudahkan jalannya menuju surga
dan dinaugi para malaikat. Hal itu sesuai dengan sabda rasullulah:
مَنْ
سَلَكَ طَرِيْقًا يَبْتَغِي فِيْهِ
عِلْمًا سَلَكَ الله بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةَ وَإِنَّ الْمَلاَ ئِكَةَ
لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضَاءً لِطَالِبِ الْعِلْمِ (رواه الترميذى)
Artinnya: “Barang
siapa menempuh jalan mencari ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan ke
surga. Sesungguhnya para malaikat menaungkan sayap-sayapnya kepada orang yang
menuntut ilmu karena senang (terhadap apa yang diperbuat)” (HR. Tirmidzi dari Abi Dardak)[8]
c.
Menuntut ilmu menambah pengetahuan yang belum diketahui sebagaimana
dalam hadis berikut:
عَنِ ابْنِ
عَبَّاس رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ : أَنَّ رَسُوْلَ الله ص.م قَالَ : وَ مَنْ
تَعَلَّمَ فَعَمِلَ عَلَّمَهُ الله مَالَمْ يَعْلَمْ (رواه ابو شيخ)
Dari Ibnu Abas ra, bahwa
Rasulullah SAW bersabda: “barang siapa belajar ilmu dan mengamalkannya, Allah
akan mengajarkan apa yang belum diketahuinya.” (HR. Abu Syaih)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Allah
menjadikan waktu sebagai sumpah, atau menjadi sesuatu yang mesti diingat. Begitu pentingnya memnfaatkan waktu sehingga Allah
berfirman dalam surat Al-Asyr tentang orang-orang yang merugi karena tidak
memanfaatkan waktu. Maka gunakanlah waktu sebaik-baiknya, karena waktu akan
terus mengalir seperti mengalirnya air dan tidak akan pernah kembali waktu yang
telah berlalu. Dan juga tentang pentingnya mencari ilmu khususnya ilmu agama,
karena dengan ilmu maka manusia akan di tinggikan derajatnya dan para malaikat
selalu mendo’akan kepada saja yang pergi untuk menuntut ilmu karena ridha
kepada penuntut ilmu. Karena perintah menvcari ilmu itu tidak ada batasannya
sampai liang lahat.
Dari beberapa ayat Al
Qur’an dan Hadis yang telah terdapat pada halaman sebelumnya. Allah memerintahkan
manusia untuk membaca dan menulis mengenai ilmu yang manusia peroleh agar
manusia dapat mengetahui kebesaran Allah melalui berbagai aspek dalam kehidupan
di dunia. Ilmu merupakan hal yang sangat
penting dalam kehidupan manusia. Kehidupan di dunia akan bermakna jika adanya
ilmu yang dimiliki oleh manusia, sehingga apa pun yang akan dijalani, didasari
teori yang sudah ia dapatkan, entah itu ilmu agama, ilmu umum atau ilmu
kedokteran. Selain itu manusia diperintahkan untuk menimba ilmu pada orang yang
ahli dalam bidangnnya dan memberi ilmu harus tau tingkat si penerima. Di maksud
agar ilmu yang dipelajari atau diberikan itu tidak sia-sia. Hadis- hadis Rosulullah
telah memberi penjelasan mengenai pentingnya menuntut ilmu. Hadis tersebut
seakan membuka rahasia dari keutamaan sebuah ilmu. Maka dengan demikian,
manusia dituntut untuk senantiasa memanfaatkan waktu yang sedang dijalani untuk
menuntut ilmu.
DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim dan Darsono. Pemahaman Al-Qur’an Dan Hadis. Solo:
PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2006.
Kementrian Agama RI. Buku Siswa
Al-Qur’an Hadits Kelas IX Mts. Jakarta:
Kementerian
Agama,
2016.
Sayyid, Ahmad
Al-Hasyimi. Syarah Muhtamul Alhadits. Bandung:
Sinar Baru Argesindo, 2010.
Al- A’zami, M. M.
The History The Qur’anic Text. Jakarta: Gema Insani, 2005.
Al Khaibawi, Usman, Durrotun Nasihin. Semarang:
Al Munawwar.
Nata, Abuddin Et, El. Integrase Ilmu Agama Dan Ilmu
Umum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005.
[1] Kementrian Agama RI, Buku Siswa Al-Qur’an Hadits Kelas IX Mts
(Jakarta: Kementrian Agama, 2016), 45-46.
[4] Abuddin Nata, Et. El, Integrase Ilmu Agama Dan Ilmu
Umum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), 38.
[6] Ibrahim Dan
Darsono, Pemahaman Al-Qur’an Dan Hadis (Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri, 2006), 24-26.
[7] Sayyid
Ahmad Al-Hasyimi, Syarah Muhtamul Alhadits, (Bandung: Sinar Baru Argesindo, 2010), 143.materi mts kelas 9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar